Pelayanan anggota CU di TP Derri, Toraja |
Di lain pihak, di beberapa negara, sumbangan credit union telah sedemikian nyatanya. Salah satunya, kemajuan perekonomian di Korea Selatan tidak lepas dari sumbangsih credit union di sana. Tiga puluh persen penduduk Korea adalah anggota credit union. Selain itu, di Kanada, Amerika Utara, Australia, credit union telah berkembang dengan sedemikian baiknya. Penetrasi gerakan kooperatif ini secara global telah mencapai 8%. Dari sini kita yakin bahwa CU tidak akan bubar. Kuncinya ada pada nilai kooperatif yang seharusnya menjiwai sebuah credit union. ACCU selalu mengingatkan agar kita selalu konsentrasi kepada jiwa asli dari gerakan kooperatif. Kita tidak perlu ragu atau takut kalau kita berpegang pada prinsip dan nilai kooperatif yang justru kita hayati dalam credit union.
Salah satu pembunuh berdarah dingin bagi CU adalah kredit lalai. Ada sebuah pengalaman yang sangat menarik yang menunjukkan bagaimana persoalan kredit lalai ini dapat diatasi justru ketika sebuah CU mulai fokus dan konsisten kepada jiwa aslinya. Sebuah wilayah pelayanan CU Mekar Kasih pernah mencapai 40% kredit lalai. Selain itu, budaya masyarakat setempat sangat tidak mendukung. Daerah itu dikenal sebagai daerah penjudi. Ditambah pula kenyataan bahwa dua koperasi sebelumnya, salah satunya adalah CU, sudah bubar dan menyisakan trauma di masyarakat. Mulai tahun 2012, dimulai oleh 4 orang aktivis, 2 staf dan 2 relawan, dilakukanlah secara konsisten gerakan penyadaran kepada para anggota mengenai apa itu sebenarnya CU. Mereka secara konsisten memberikan pendidikan kepada anggota dan masyarakat. Mereka secara konsisten membangun semangat volunter di antara para anggota. Sebagai hasilnya, wilayah yang nyaris ditutup karena kredit lalainya yang besar ini sudah dua tahun terakhir mencapai nol kredit lalai. Jumlah relawan sekarang mencapai 21 orang, dari yang semula hanya dua orang. Dan yang lebih menarik, orang-orang di sana sudah tidak berjudi lagi. Mereka membangun kesadaran melalui keteladanan para aktivisnya yang menerapkan dan menjiwai nilai dan prinsip kooperatif.
Contoh di atas menegaskan bahwa ketika kita fokus dan konsisten kepada misi sejati CU, persoalan-persoalan di aspek keuangan dengan sendirinya akan teratasi. Bukan itu saja, kantor pelayanan tersebut juga telah berhasil menciptakan nilai bagi anggota dan masyarakatnya. CU telah benar-benar membawa perubahan nyata dalam budaya masyarakat menjadi jauh lebih baik. CU telah berhasil membangun komitmen dan militansi para aktivisnya yang menjadi teladan dan penggerak di masyarakatnya.
Menciptakan nilai atau creating values memang merupakan inti sejati dari credit union. Credit union itu basisnya pada penciptaan nilai, jadi kita tidak mengada-ada kalau kita membahas tema ini. Credit union creates values for people and communities sebenarnya maksudnya sangat sederhana, yaitu bagaimana credit union menyediakan layanan yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan manusia, yang sesuai dengan perjuangan kehidupan kita. Tulisan ini akan mencoba memaparkan pentingnya tema penciptaan nilai ini dan tantangan yang nyata akan dihadapi oleh credit union yang mencoba untuk menerapkan nilai dan prinsip kooperatif.
1. Credit union dan tujuan pembangunan berkelanjutan
Harapan dunia pada Credit Union sebagai “Jalan Tengah” ekonomi
Sejak tahun 1800-an sampai sekarang, ekonomi kooperatif adalah ekonomi jalan tengah, tidak ke kanan, tidak ke kiri. Ekonomi kooperatif menjadi harapan praktik ekonomi berkeadilan, praktik ekonomi kesejahteraan bersama, harapan praktik ekonomi yang benar-benar berada bersama umat manusia secara keseluruhan tanpa perbedaan. Dalam dunia yang meng-global, gagasan tentang "ekonomi bersama" telah muncul. "Kami peduli, kami berbagi" kiranya selalu menjadi budaya gerakan CU. Pertanyaannya, apa yang dapat dilakukan gerakan CU untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dunia?
Tanggung jawab SDGs
Kalau Anda ikut forum internasional, seperti ACCU forum, Anda akan diberi kertas dan diminta untuk menuliskan satu tindakan konkret yang akan Anda lakukan untuk kebaikan manusia. Misalnya, apakah dalam tahun ini sampai hari ini Anda menanam pohon? Atau apakah Anda menebang pohon? Apakah Anda tidak menggunakan air minum dalam kemasan botol plastik? Itu contoh pertanyaan-pertanyaan sederhana mengenai kehidupan yang harus juga menjadi pertanyaan-pertanyaan kita ketika kita berbicara mengenai credit union.
![]() |
Sustainable Development Goals |
Pembangunan sosial-ekonomi masyarakat
CU harus terlibat aktif dalam pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Kalau CU tidak terlibat aktif dalam pengembangan sosial ekonomi masyarakat, ia bukanlah CU. Selain itu, sejatinya tujuan ekonomi adalah menghasilkan barang dan jasa bagi kemajuan umat manusia. Hukum ekonomi bukanlah kekuatan buta yang sepenuhnya independen terhadap kontrol manusia, seperti hukum fisika dan kimia. Mereka adalah aturan sistem yang telah dibuat oleh orang dan bisa diubah oleh orang. Perekonomian harus melayani orang, bukan sebaliknya.
Namun, pada kenyataannya, ekonomi melakukan produksi demi produksi tetapi bumi semakin memburuk, bumi semakin panas, cuaca semakin kacau, bencana alam terjadi di mana-mana. Ini semua karena kita mewarisi pola pikir yang sudah sejak lama selalu ditanamkan. Salah satunya keyakinan yang berasal dari kitab suci Kristiani yang mengajarkan agar manusia beranak cucu, bertambah banyak, dan menguasai bumi. Pola pikir ini mendorong manusia melakukan eksplorasi tanpa batas sehingga mengakibatkan kerusakan alam yang sangat serius. Oleh sebab itu, kita membutuhkan jalan untuk menambah keterampilan dan kualitas pribadi agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan. Pembangunan sosial adalah jalan untuk semakin memperoleh keterampilan dan kualitas pribadi yang dibutuhkan untuk hidup dan berpartisipasi secara kooperatif dalam lingkungan sosial dan berperan penuh dalam masyarakat.
Kalau kita di CU lebih banyak berbicara mengenai pembangunan manusia, kredit lalai itu bukanlah perkara yang luar biasa, kredit lalai tidak akan menjadi momok yang menakutkan. Hal ini terjadi di CU Sauan Sibarrung, CU Mekar Kasih, CU Mentari Kasih, CU Bererod Gratia, CU Kridha Raharja, CU Pelita Kasih. Di CU-CU tersebut kredit lalai sudah tidak lagi menjadi masalah yang terlalu serius karena para aktivisnya sudah lebih banyak berbicara mengenai pembangunan manusia. Aspek keuangan dengan sendirinya akan menjadi lebih baik ketika konsep gerakannya jelas, tidak lagi simpan dan pinjam melainkan pembangunan manusia berkelanjutan. CU Pelita Sejahtera pernah mengalami kredit lalai sampai 19% sekarang menjadi nol koma. Dulu CU ini memahami gerakan ini sebagai pelayanan simpan dan pinjam; sekarang mereka lebih banyak melakukan pendidikan dan pemberdayaan untuk anggota-anggotanya. CU Bererod Gratia dari 22% kredit lalai sekarang menjadi 7%. Mereka berhenti berdebat tentang simpan dan pinjam. Sekarang mereka memiliki produk dan layanan yang berkualitas sehingga anggota mendapatkan manfaat dan setia memanfaatkan produk tersebut dan menjadi tertib di dalam mengembalikan pinjaman.
Banyak aktivis CU yang masih berdebat luar biasa tetapi basis perdebatan mereka masih simpan dan pinjam; mereka masih memperlakukan CU sebagai bisnis as usual; mereka melakukan praktik bisnis pada umumnya, tidak khas kooperatif. Gerakan CU harusnya khas kooperatif: kita bekerja bersama dan membangun bersama; kita peduli, kita berbagi. Inilah yang dapat kita tawarkan di dalam situasi yang sekarang. Bahkan di dalam era disrupsi dan eksponensial seperti sekarang ini, kita tetap mampu menawarkan opsi ini. Tentu saja hal ini harus dikemas di dalam teknologi yang ada tetapi prinsip kooperatif ini tidak boleh hilang. Hal inilah yang akan menyelamatkan gerakan kita. CU Sauan Sibarrung sudah berusia 11 tahun dan sekarang asetnya mencapai 440 miliar rupiah. Itu semua dicapai tidak dengan banyak berbicara tentang keuangan dan berdebat mengenai bunga.
2. Misi CU di Era Eksponensial
Di era eksponensial ini CU dihadapkan dengan beberapa tantangan, seperti: pergeseran misi, persaingan antar-CU yang tidak perlu, kebutuhan manusia dengan rentang usia yang lebih panjang dan terkait dengan bonus demografi, tata kelola CU, dan kepemimpinan CU.
Pergeseran misi CU
ACCU selalu membuat definisi misi CU mulai dari misi ACCU di tingkat Asia, misi federasi di tingkat nasional, kemudian misi CU di level villages (sebelumnya disebut communities). CU sebagai gerakan global senyatanya harus dimulai dari titik-titik gerakan kita. Tidak mungkin berbicara mengenai perbaikan nilai-nilai kehidupan tanpa dimulai dari tindakan. Tindakan itu ada di mana? Di communities, di villages. Di level villages inilah kita memasuki wilayah untuk memperbaiki kualitas hidup. Tidak bisa misi ini berhenti di tataran konsep tanpa ada realisasinya. Agar hal ini dapat terwujud, harus dilakukan pengorganisasian secara lebih baik. Pengorganisasian ini mencakup perbaikan tata kelola internal CU tetapi juga penataan pada level jaringan yang lebih luas terkait dengan integrasi dan manajemen teritori. Ini yang harus kita lakukan kalau CU memang ingin menjadi lembaga yang dicari oleh orang biasa dan anggota ingin kita jadikan pusat dari layanan kita.
Untuk menuju ACCESS Branding, CU harus mulai dengan misi, yakni menyediakan produk dan layanan yang berkualitas untuk meningkatkan kualitas hidup anggota. Dari misi, CU kemudian menetapkan basis operasinya, yakni prinsip-prinsip kooperatif. Bentuk bisnisnya adalah memberikan solusi keuangan untuk memenuhi kebutuhan keuangan anggota. Hasil akhirnya adalah kemandirian finansial para anggota dan pemberdayaan masyarakat menuju kualitas hidup yang lebih baik (community development).
Menurut pengalaman di CU Sauan Sibarrung, tidak sulit untuk meraih ACCESS Branding karena bangunannya sudah diproses mulai dari misi. Kalau Anda bercita-cita meraih ACCESS Branding tetapi Anda tidak bangun CU Anda di atas misi (mengapa CU Anda ada di wilayah layanan Anda, mengapa Anda ber-CU), Anda akan kesulitan untuk mencapai standarisasi tata kelola CU. Ada beberapa CU yang sudah beberapa tahun mengajukan ACCESS Branding ke Inkopdit tetapi tidak bisa diproses karena pendekatan mereka mulai dari aspek administrasi dan keuangan. Kita tidak bisa mencapai standar tata kelola CU kalau pendekatannya mulai dari administrasi dan keuangan. Financial services (layanan keuangan) hanya akan berhasil memiliki dampak sosial (community development) kalau pelaksanaannya didasarkan pada misi sejati. Kalau CU masih banyak diskusi dan perdebatan mengenai struktur keuangannya yang tidak efektif, kemungkinan besar hal itu dikarenakan para aktivisnya melupakan misi sejati CU, yakni CU harus fokus kepada anggota, fokus kepada orang, fokus kepada komunitas, fokus kepada masyarakat (villages). Banyak perdebatan terjadi tetapi tidak berangkat dari misi untuk memperbaiki kualitas hidup orang karena misi sejati CU tidak benar-benar dipahami.
Bagi Raiffeisen, CU bertugas untuk menolong orang menolong dirinya sendiri. CU harus memperkuat orang dan mengembangkan tanggung jawabnya terhadap kehidupan bersama supaya pengentasan kemiskinan dimulai dari dirinya sendiri. Pengentasan kemiskinan harus diimbangi dengan penguatan kemandirian pribadi dan kemandirian pengorganisasian diri di samping pengembangan jaringan agar terjadi kolaborasi yang semakin luas dengan banyak pihak. Harus dilakukan penguatan self-help, sef-governance, dan self-responsibility. Inilah inti sejati dari gerakan CU. Kita tidak akan mungkin mengentaskan kemiskinan tanpa memahami prinsip dasar dan misi sejati CU.
Sekarang ini sedang terjadi penyalahgunaan atau penyimpanan misi (mission drift). Para pemimpin dan aktivis CU tidak memiliki pemahaman yang benar mengenai misi sejati CU dan prinsip-prinsip dasar CU. Banyak pengurus dan staf CU yang tidak mengetahui misi sejati CU. Bagaimana kita akan berbicara mengenai nilai jika kita tidak mengerti prinsip dasar CU? Pemimpin CU lupa dengan tujuan, filosofi, inti sejati dari jantung bisnis CU. Mereka sibuk dengan berbagai hal tetapi di luar semua prinsip dasar ini. Misi CU harus menjadi panduan bagi peta jalan dan perencanaan CU.
Persaingan antar-CU
Terjadi persaingan antar-CU. Kalau kita memahami betul akan misi sejati CU, kita akan tahu bahwa persaingan semacam ini sama sekali tidak perlu. Sebaliknya, persaingan antar-CU justru akan menghambat pencapaian misi sejati CU. Adanya persaingan antar-CU cenderung akan membuat CU menawarkan iming-iming atau fasilitas yang sebenarnya tidak perlu dan tidak mendidik bagi anggota. Anggota menjadi cenderung dimanjakan dan tidak didorong untuk mengambil tanggung jawab penuh atas perbaikan kualitas hidupnya sendiri dan masyarakat.
Misalnya, atas nama persaingan setiap CU berlomba-lomba menawarkan balas jasa simpanan yang tinggi agar dapat merekrut dan mempertahankan anggota sebanyak-banyaknya agar menjadi CU yang besar melebihi CU lainnya. Jika ini terjadi, jelas CU sedang beroperasi berdasarkan prinsip bisnis yang tidak didorong oleh misi sejati CU. Pemberian balas jasa yang tinggi akan mendorong anggota untuk membandingkan CU yang satu dengan yang lain. Ketika terjadi sedikit masalah dengan CU-nya, anggota dengan mudahnya akan pindah ke CU lain tanpa merasa perlu ikut bertanggung jawab terhadap CU-nya.
Beberapa praktik “pembedahan” CU di jaringan Puskopdit BKCU Kalimantan sudah memperlihatkan bukti bahwa yang penting bukanlah seberapa besar CU melainkan bagaimana anggota dilayani dengan lebih baik. CU Mekar Kasih di Sulawesi Selatan sudah dipecah menjadi dua dan melahirkan CU Mentari Kasih. CU Bererod Gratia juga dipisah menjadi dua dan melahirkan CU Kridha Raharja. Pemecahan kedua CU ini telah terbukti membantu CU lebih fokus dalam pelayanan terhadap anggota dan sekarang ini kinerja CU-CU tersebut jauh lebih baik dibandingkan ketika mereka masih menjadi satu CU. Kredit lalai bisa ditekan secara sangat signifikan. Demikian pula pertambahan modal lembaga bersih, dari yang semula jauh di bawah nol sekarang mulai mendekati seimbang atau bahkan sudah jauh beranjak ke positif.
Nilai anggota seumur hidup
Nilai-nilai yang dihayati anggota sepanjang hidup mereka harus menjadi pusat bisnis CU. CU harus menempatkan kebutuhan anggota di pusat bisnis CU. Fokus CU bukan pada pembesaran lembaga melainkan kepada pemenuhan kebutuhan anggota. CU perlu memperhatikan berbagai level pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan akan rasa cinta, dimiliki, dan memiliki, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam hal ini tantangan yang harus dihadapi CU adalah fakta bahwa umur manusia semakin panjang. CU harus mengantisipasi kebutuhan manusia yang pasti akan berbeda ketika usia manusia semakin panjang. Untuk Indonesia, juga akan ada bonus demografi. Hal ini perlu menjadi perhatian CU juga. Kebutuhan manusia seperti apa yang harus dijawab CU ketika terjadi bonus demografi.
Tata kelola
Dalam tata kelola CU, ada beberapa aspek yang harus kita perhatikan dan di berbagai tempat masih menjadi keprihatinan kita. Aspek yang terus harus kita tingkatkan dan kembangkan adalah soal integritas, kompetensi, tanggung jawab (accountability) dan keadilan (fairness). Jika hal-hal tersebut tidak diperhatikan dan diperbaiki, sangat sulit bagi CU untuk mewujudkan misi sejatinya.
Kepemimpinan
Pemimpin harus menunjukkan kejujuran moral dan intelektual, dedikasi dan keyakinan yang kuat. Pemimpin harus rendah hati. Pemimpin harus menempatkan kebanggaannya pada apa yang mereka kerjakan bukan pada posisi. Ia harus mampu menerima kritik tanpa sakit hati. Ia mampu belajar dari kesalahan dan tidak mempertajam kesalahan orang lain. Pemimpin harus lebih banyak berbicara mengenai “kita” bukan “aku”. Mengenai kepemimpinan ini akan dibahas lebih luas di bawah.
Kalau berbicara mengenai misi ada banyak persoalan yang harus kita bahas dan kita selesaikan. Tetapi kalau bangunan CU diperkuat di aspek misi ini langkah CU di kemudian hari menjadi lebih dimudahkan. Persoalan utama kita adalah kita tidak membangun misi ini sejak awal: alasan mengapa kita ber-CU, mengapa kita mendirikan CU. Alasan mendirikan CU harus jelas sejak awal.
3. Fokus kepada Anggota
Nilai adalah dasar kita dalam menjalani hidup ini. Nilai adalah cara bagaimana kita melihat dunia, apa yang kita anggap penting, apa yang kita yakini. Mengapa kita berbicara mengenai nilai? Karena nilai membentuk dasar kita dalam mendekati dan menjalani hidup. Nilai mendukung dan menggerakkan tujuan kita. Nilai hidup terkait dengan tujuan dan kebutuhan hidup yang mencakup pendidikan, moral, komunitas, karier, persahabatan, kesehatan, keuangan, dan rekreasi.
Apa saja potensi, aspirasi, kebutuhan, kekuatan anggota, itu yang harus menjadi pergulatan CU. Kita tidak bisa menciptakan value untuk mereka kalau kita tidak tahu siapa mereka: apa nilai mereka, apa aspirasi mereka, apa kekuatan mereka, apa potensi mereka.
Sekarang ini CU Sauan Sibarrung sedang membantu anggota petani kopi untuk mengembangkan potensi mereka. CU melihat bahwa anggota memiliki potensi dan kekuatan di dalam komoditas kopi ini. Oleh sebab itu, CU mengumpulkan anggota yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang komoditi ini untuk mengajari para petani kopi dalam hal budidaya, pemanenan, dan pengeringan. CU bekerja sama dengan sebuah perusahaan di Jakarta yang mau membantu dalam hal pemasaran kopi. Petani diminta untuk mengirimkan bean kopi ke Jakarta untuk selanjutnya diproses dengan roasting dan grinding. Di Jakarta biji kopi ini diproses dengan teknik roasting yang sangat baik sehingga bisa menghasilkan bubuk kopi berkualitas tinggi. Salah satu hasil yang cukup membanggakan adalah, kalau awalnya hanya sekitar 70% saja biji kopi yang memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh perusahaan di Jakarta, belakangan ini angkanya sudah mencapai 90%. Pengalaman ini bisa terjadi karena CU melihat potensi dan aspirasi anggota dan kemudian CU berupaya untuk menjawab aspirasi mereka sehingga dapat memberikan solusi bagi anggota.
Sekarang ini ada godaan bagi CU karena pemerintah menganjurkan agar koperasi melakukan spin-off. CU tidak perlu melakukan spin-off seandainya CU mampu melihat aspirasi, kebutuhan, dan potensi anggota. Di CU Sauan Sibarrung, misalnya, CU memberikan bantuan teknis sehingga anggota dapat mengembangkan usaha mereka di berbagai bidang, seperti peternakan, perikanan, budidaya pertanian, kerajinan, penyediaan air bersih, dan lain-lain. Bukan CU yang mengerjakan semua itu melainkan anggota. CU cukup menyediakan bantuan teknis saja dan anggota sendiri yang mengerjakan semua itu. CU yang mendorong anggota untuk memiliki dan mengembangkan usaha. Dalam berbagai kesempatan CU hanya perlu mengoordinasikan potensi-potensi yang sudah ada sehingga terjadi saling berbagi pengetahuan dan keterampilan teknis di antara anggota yang mendukung usaha produktif anggota. Ada kalanya CU harus mengundang ahli dari luar untuk kemudian diserap ilmu dan keterampilannya. Semua itu dapat dilakukan ketika CU mampu mengenali dan menggali aspirasi, potensi, dan kebutuhan anggota.
Ketika CU menempatkan anggota sebagai pusat pelayanan, CU harus mengenali apa saja nilai-nilai, aspirasi, kebutuhan, kemampuan, kekuatan, dan apa potensi mereka. Dari sana CU akan mampu menciptakan nilai bagi anggota sesuai dengan aspirasi dan kebutuhannya.
4. Kekuatan Aktivis
Volunter menjadi kekuatan di credit union
Nilai tidak akan terealisasi kalau tidak dihayati. Siapa yang menghayati? Volunter. Aktivis credit union. ACCU memperkenalkan CU 3 in 1, saya anggota, saya pemimpin, saya volunter. Volunter menjadi kekuatan dalam non-profit organization dan non government organization. CU sebagai salah satu gerakan sangat membutuhkan volunter. Salah seorang pelopor gerakan kooperatif di Canada, Dr. M.M. Coady (1882-1959) pernah berkata: Dalam gerakan reformasi sosial, lebih praktis untuk mengandalkan relawan yang bekerja pada akhir minggu atau setelah makan malam tanpa bayaran daripada membayar staf profesional yang bekerja 8 jam sehari. Jika gerakan credit union ingin terus menjadi kekuatan untuk tanggung jawab sosial dan kerja sama ekonomi, para anggotanya dan pemimpinnya harus ingat bahwa relawan sangat dibutuhkan dan telah menjadi kekuatan selama ini!
Gerakan credit union termaju adalah di Amerika Utara. Ternyata di balik itu yang paling banyak bergerak adalah volunter. Volunter dibedakan menjadi dua, paid volunteer (relawan yang dibayar) dan unpaid volunteer (relawan yang tidak dibayar) dan dari keduanya yang lebih efektif adalah unpaid volunteer atau relawan yang tidak dibayar. Menurut laporan, hasilnya jauh lebih signifikan volunter yang tidak dibayar.
Siapa volunter di credit union?
Siapa volunter di credit union? Di jaringan Puskopdit BKCU Kalimantan kita mengenal ada kelompok inti, ada Sangayoka di CU Sauan Sibarrung, Sedulur di CU Kridha Rahardja, Sahabat Prima di CU Prima Danarta, Sahabat Sejahtera di CU Pelita Sejahtera, Kerabat di CU Mekar Kasih dan CU Mentari Kasih. Namun, sebenarnya pengurus, pengawas, dan komite adalah juga volunter. Bahkan staf manajemen juga volunter; mereka adalah paid volunteer (relawan yang digaji). Para aktivis ini harus menghidupi nilai-nilai utama yang dihidupi dalam credit union.
Bagaimana kualitas volunter yang dibutuhkan credit union?
Dalam skema credit union 3 in one, volunter yang mumpuni, yang mengajar di komunitas adalah volunter yang mempraktikkan nilai-nilai kehidupan. Ketika mengajak anggota untuk berwirausaha, volunter seharusnya sudah mempraktikkannya terlebih dahulu. Ketika mengajak anggota untuk cerdas dalam menata keuangan, volunter juga harus sudah cerdas terlebih dahulu di dalam menata keuangannya. Jadi, value yang diajarkan harusnya value yang dihidupi.
Andrew So, presiden credit union Asia yang pertama mengatakan, “Nilai-nilai adalah peraturan yang kita tanamkan sendiri. Atau kebijakan etika yang kita adopsi agar bisa menempuh perjalanan kehidupan dengan baik, termasuk kehidupan sebuah organisasi, dengan hati nurani yang bersih.” Para aktivis (volunter) menghidupi nilai-nilai utama kehidupan dalam credit union. Bertindak secara bertanggung jawab dan etis adalah satu-satunya pilihan nyata agar CU dapat berkelanjutan dan kompetitif. Kebijakan CU harus mengatur agar setiap saat para pengurus, pengawas, komite, staf, dan kelompok inti harus taat dan mematuhi semua MO, MP, aturan-aturan lain, undang-undang, peraturan pemerintah daerah atau nasional, regulator, yang dari waktu ke waktu berubah dan diubah sehubungan dengan operasional CU. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena sudah berulang kali terjadi sampai sekarang ini bahwa banyak pengurus CU yang menyalahgunakan kewenangan dan bertindak secara tidak etis melakukan fraud.
Menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas volunter
Kita tidak bisa mengurusi credit union hanya sebagai institusi administrasi formal tanpa penghayatan nilai-nilai. Kalau banyak pengurus CU mengatakan bahwa mereka kesulitan di dalam menciptakan volunter atau kelompok inti, barangkali hal itu disebabkan karena mereka lalai di dalam meneruskan nilai-nilai dan mengajak anggota berpikir mengenai mengapa CU ada, ke mana CU akan menuju, dan bagaimana seharusnya mereka sampai ke sana. Kalau ini yang terjadi, pengurus akan sangat kerepotan karena mereka tidak memiliki pasukan untuk menjalankan semua hal yang perlu bagi pencapaian tujuan organisasi sementara pengurus adalah volunter yang masih memiliki tanggung jawab di luar CU.
Ketika CU Anda masuk ke dalam assessment untuk ACCESS Branding, tim asesor akan mengecek apakah misi-visi dan nilai-nilai yang dirumuskan dalam strategic planning dapat sama baik dijelaskan oleh semua staf manajemen dan juga semua volunter sampai level yang paling bawah. Nilai-nilai tersebut harus dapat dijelaskan dengan sama baik oleh mereka yang langsung mengajarkannya kepada para anggota di lapangan, mereka yang langsung mendampingi para anggota. Oleh sebab itu kita harus menumbuhkan kapasitas volunter, menumbuhkan tanggung jawab mereka atas kemajuan dan masa depan lembaga, kita harus memfasilitasi mereka dan melibatkan mereka dalam proses-proses tata kelola dan pengambilan keputusan, kita harus terus-menerus membagikan dan menyampaikan nilai-nilai inti CU kepada mereka.
Mereka harus dibukakan kesempatan untuk terus belajar agar ada kesamaan pemahaman akan visi, sasaran dan tujuan, serta peran-peran yang ada, untuk terus mengembangkan kompetensi-kompetensi mereka, untuk memungkinkan mereka memiliki dan menghidupi nilai-nilai yang sama, dan kita harus menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dan gamblang.
Harus ada manajemen volunter, harus ada kebijakan yang jelas mengenai volunter, hak dan kewajibannya, jalur komunikasi dan koordinasi yang jelas, adanya lingkungan belajar yang memadai, adanya budaya keberagaman, serta penilaian kinerja dan sistem penghargaan yang jelas. Kalau ada SHU yang dapat dibagi, hal itu harus diinformasikan secara gamblang dan disepakati ketentuan dan mekanisme pembagiannya.
Pemimpin Perubahan
Keberhasilan pemimpin di dalam organisasi gerakan ditentukan oleh seberapa berhasil ia menggerakkan semakin banyak orang. Lynne Joy McFarland mengatakan, “Kepemimpinan yang memberdayakan bergeser dari ‘kekuatan jabatan’ menjadi ‘kekuatan orang-orang’ di mana semua orang diberi kesempatan untuk memimpin sehingga bisa mengerahkan kemampuan terbaik mereka.” Oleh sebab itu, kita harus belajar memaksimalkan kemampuan Anda untuk menggerakkan dan memberdayakan!
5. Credit Union 3 in 1 menjadi jembatan
CU perlu membangun jembatan bersama untuk menciptakan nilai bagi orang-orang dan masyarakat. Agar nilai-nilai kehidupan sampai kepada anggota, harus ada jembatannya. Credit Union 3 in 1 menjadi jembatan bagi penciptaan nilai bagi orang-orang dan masyarakat. Ada dua level pemaknaan terhadap prinsip ini, yakni pada level individual dan level lembaga. Pada level individual, setiap insan CU adalah sekaligus member, leader, dan volunteer. Pada level lembaga semangat Credit Union 3 in 1 ini harus ditularkan oleh leader (yakni pengurus dan pengawas), kepada volunteer (staf manajemen, komite, dan kelompok inti), yang pada akhirnya mengajarkan dan mencontohkannya kepada member (para anggota yang dilayaninya).
Setiap aktivis CU harus menghayati semangat Credit Union 3 in 1 ini, sebagai member, leader, dan volunteer. Pemimpin, dalam hal ini pengurus dan pengawas, harus memberi contoh nyata terjadinya perubahan. Pemimpin harus menunjukkan bagaimana nilai-nilai itu secara nyata membawa perubahan dalam hidupnya. Pemimpin harus terus-menerus mempraktikkan dan mengajarkannya kepada staf manajemen, para komite dan kelompok inti sampai mereka benar-benar ikut mempraktikkan nilai-nilai tersebut di dalam hidupnya. Staf manajemen, komite, kelompok inti yang sudah mempraktikkan nilai-nilai tersebut dan sudah merasakan dampaknya pada perubahan hidupnya akan memiliki kekuatan untuk juga mengajarkan dan meneruskannya kepada para anggota. Pada akhirnya, para anggota akan saling terlibat untuk saling memberdayakan satu sama lain sehingga terjadi perubahan cara hidup di tengah masyarakat. Dengan cara demikian, nilai-nilai kehidupan ini dapat ditularkan kepada sebanyak mungkin orang dan membawa perubahan pada kehidupan di masyarakat.
6. Pentingnya Manajemen Teritori
Semangat Credit Union 3 in 1 ini dapat diimplementasikan jika CU sudah menerapkan manajemen teritori. Sebagaimana struktur rumusan misi CU oleh ACCU, CU harus meningkatkan kualitas hidup anggota di level dusun (village). Dengan manajemen teritori ini setiap anggota bisa dijangkau oleh CU, oleh TP.
Anggota harus terorganisasi dalam satu wilayah pada level dusun atau RT atau RW atau lingkungan dan setiap wilayah ini didampingi oleh seorang volunter. Jadi setiap TP harus terdiri dari beberapa komunitas teritori.
Dengan cara ini, kondisi komunitas dapat terpantau dan bersama-sama mengembangkan ide untuk membangun kesejahteraan bersama dalam komunitas melalui berbagai cara. Bersama-sama mereka memetakan potensi dan kelemahan di dalam teritori mereka. Bersama volunter yang mendampinginya, para anggota dalam satu teritori diajak berpikir bagaimana memajukan teritorinya dan mencari solusi-solusi atas permasalahan yang ada di dalam teritorinya.
Jika dirasa perlu, setiap komunitas teritori dapat membentuk komunitas pemberdayaan atau kelompok usaha binaan untuk meningkatkan taraf hidup mereka bersama. Mereka dapat membentuk usaha berdasarkan potensi yang ada di wilayahnya, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. CU dapat mengorganisasikan bagaimana potensi-potensi di setiap teritori itu bisa dibagikan ke teritori lainnya. Misalnya, dengan manajemen teritori ini diketahui bahwa ada sekian anggota yang memiliki keahlian di berbagai macam bidang. CU dapat meminta anggota dengan keahlian khusus tersebut untuk berbagai ilmu di teritori yang membutuhkannya. Dengan demikian setiap anggota didorong untuk saling berbagi dan saling memberdayakan.
Berdasarkan presentasi Fredy Rante Taruk, Pr. yang disampaikan dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Puskopdit BKCU Kalimantan dalam rangka RAT Puskopdit BKCU Kalimantan Tahun Buku 2017 di Hotel Kini, Pontianak, 11 April 2018 oleh Fredy Rante Taruk, Pr. Ditulis ulang oleh Stepanus Wakidi.
Komentar
Posting Komentar